
Oleh: Heri Akhmadi, M.A.
Artikel ini merupakan catatan saya dalam kegiatan “Workshop Al Islam dan Kemuhammadiyahan” yang dilaksanakan bagi dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada hari Rabu 7 Agustus 2019. Ada beberapa materi yang disampaikan pada acara yang dilaksanakan dari pagi hingga sore hari ini. Diantaranya materi tentang “Aktualisasi Pemahaman Kandungan Surat Al-Maun” Oleh Dr. H. Hamim Ilyas, Wakil Ketua Majlis Tarjih PP Muhammadiyah, lalu ada juga materi tentang “Implementasi Nilai-Nilai Al Maun” oleh Prof. Achmad Jainuri, Ph.D dari Majlis Dikti serta materi tentang konsep pemberdayaan dan filantropi oleh Doktor Hilman Latief Direktur Lazismu.
Materi PERTAMA: “Aktualisasi Pemahaman Kandungan Surat Al-Maun”
Surat Al Maun merupakan salah satu surat dalam Al Quran yang sangat ditekankan pemahaman dan penerapannya bagi kader Muhammadiyah. Selain merupakan surat yang awalnya diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan, kandungan surat ini sarat akan konsep pemberdayaan dan kepedulian sosial. Diantara konsep-konsepnya adalah:
Konsep YATIM ada 2:
1. Biologis
2. Sosial: waria, bodoh
Konsep FAKIR dan MISKIN, mana yang lebih berat?
Dalam konsep Al Maun yang paling berat miskin, karena berasal dari kata “sakana” tidak berdaya. Termasuk di dalam kategori miskin adalah orang yang bekerja tapi tidak halal. Ex: jualan togel.
Konsep KEADILAN
Keadilan dalam Islam ada 2 pemahaman populer:
1. Meletakkan sesuatu pada tempatnya
2. Perlakuan Setara (tidak ada pembedaan agama, ras dalam pelayanan sosial)
Konsep IHSAN
Ihsan adalah kebaikan yang memenuhi kebutuhan, membantu sesuai kebutuhannya. Contoh: dulu ada pejabat memberikan bantuan seragam SD ke anak papua, setelah 6 bulan dipakai semua terkena penyakit kulit. Hal tersebut terjadi karena selama 6 bulan pakaiannya tidak dicuci. Mereka belum mengenal cuci baju.
Menegakkan sholat, berarti tidak hanya menegakkan rukun sholat tapi juga MENEGAKKAN BUAH dari sholat. Dalam keyakinan Muhammadiyah, menegakkan sholat, memuja Allah itu buahnya adalah menebarkan kedamaian (salam) bagi seluruh alam.
Download Lengkap Materi Pertama disini.
Materi KEDUA: Implementasi Nilai-nilai Surat Al Maun
Materi ini disampaikan oleh Prof. Achmad Jainuri, Ph.D, guru besar UIN Sunan Ampel dan juga dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo in menyampaikan tentang implementasi surat Al Maun yaitu dengan menjadi manusia modern.
Menjadi modern itu artinya:
- Rasional
- Menerima Perubahan. Ex: undangan via WA tidak masalah
- Punctuality
- Terbuka
- Orientasi Jangka Panjang
Ada beberapa ciri manusia modern, diantaranya:
1. Mobilitas Tinggi
– Mobilitas Horizontal: pindah secara geografis
– Mobilias Vertikal: surfing website
2. Literasi: tidaka buta huruf dan melek informasi
Materi KETIGA: Spirit Al Ma’un dalam Filantropi Islam (Hilman Latief, Ph.D, Direktur Lazizmu dan Wakil Rektor UMY)
Spirit Al Ma’un merupakan “konsep lama” dalam Al Quran yang perlu diaktualisasi lagi. Saat ini bahkan PBB dan lembaga-lembaganya mulai melirik “zakat” sebagai sumber pendanaan programnya. Setelah Amerika keluar dari pendanaan lembaga pengungsi PBB UNRWA, hal ini menjadi perhatian mereka.
Salah satu isu saat ini yang sedang berkembang adalah tentang “Sustainable Development Goals”. Konsep ini sangat sejalan dengan aktualisasi kandungan surat Al Ma’un. Hal ini juga sesuai dengan “13 Poin Putusan Muktamar Muhammadiyah”. Diantara yang sudah diwujudkan adalah apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) yang sudah mulai beralih dari sekedar “RESPONSE” terhadap bencana (datang, menolong, memberi bantuan dll) beralih ke “REHABILITASI dan REKONSTRUKSI”. Jadi penanganan bencana tidak hanya sekedar sementara namun hingga korban kembali mandiri kehidupannya.

Ke depan, bentuk aktualisasi kandungan surat Al Ma’un bagi kader Muhammadiyah bisa dalam bentuk pelaksanaan poin-poin dalam SDGs. Contoh kecil saja misalnya dalam penyediaan air bersih. Aplikasi lainnya adalah dengan mengoptimalkan LAZISMU. Melalui Lazismu misalnya, anggota dan siapa saja bisa mendonasikan hartanya dan biatkan Lazismu yang nanti akan mendistribusikan (sebagai ‘amil). Ini juga merupakan implementasi peran ‘amil sebagaimana dilakukan pada zaman Rasul SAW, yaitu mengurangi “direct interaction” between the givers and the recipients, sehingga tidak ada “hutang budi” bagi penerima.
——————————–
Yogyakarta, 7 Agustus 2019.
References:
- Feature image credit to Boston University accessed from www.bu.edu
- SDGs image from www.un.org
Leave a Reply